Menikmati keindahan dan keunikan candi ijo, candi tertinggi di jogja

Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota pelajar, tetapi juga dikenal sebagai kota yang masih mempertahankan aspek budaya tradisionalnya. Anda masih akan menjumpai kain batik, pasar tradisional yang menjual barang-barang kuno, alat musik gamelan, makanan tradisional, becak, delman, upacara-upacara tradisional, orang-orang yang masih menggunakan sepeda tua, serta wanita-wanita yang masih memakai sanggul, kebaya, dan kain jarik. Semua ini mereka lakukan untuk menjaga tradisi nenek moyang agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman modern.

Selain aspek budaya tradisionalnya yang masih dipertahankan, aspek wisata juga tidak kalah penting menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Apek wisata tidak dapat dipisahkan dari aspek budaya. Hal ini terbukti dengan peninggalan bangunan-bangunan bersejarah, seperti keraton, museum, dan candi.

Bangunan-bangunan ini dijadikan sebagai tempat wisata karena merupakan warisan budaya yang mempunyai nilai sejarah. Contohnya saja candi yang menjadi bukti dan saksi bisu akan adanya peradaban sebelum terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tempat-tempat wisata di Yogyakarta yang memamerkan kemegahan candi, contohnya adalah Candi Prambanan yang merupakan warisan budaya Hindu dan menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO.

Selain Candi Prambanan, ada juga Candi Ijo, Candi Barong, Situs Ratu Baka (Candi Ratu Boko), dan Candi Banyunibo yang juga terletak di Kecamatan Prambanan. Akan tetapi, kami akan membahas Candi Ijo pada artikel ini.

Candi Ijo di Dusun Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta terletak pada ketinggian 357-410 meter di atas permukaan laut. Kondisi ini menempatkan Candi Ijo sebagai candi tertinggi dibandingkan dengan candi-candi lainnya yang berada di Yogyakarta.

Penduduk sekitar menyebut sebagai Candi Ijo (Redaksi: Hijau) karena candi ini berdiri di atas Gumuk Ijo (Redaksi: Bukit Hijau) atau Bukit Ijo. Kemungkinan Bukit Ijo telah berumur 3 hingga 27 juta tahun. Lokasi Candi Ijo dikelilingi oleh pemandangan alam yang luar biasa.

Bagian utara candi terdapat gugusan-gugusan bukit yang menjadi kompleks percandian, seperti Candi Barong dan Candi Ratu Boko, sedangkan pada bagian timur Anda akan melihat wilayah Klaten. Pada bagian selatan, Anda akan disuguhkan oleh gugusan pegunungan yang memanjang hingga Wonosari, Gunung Kidul, dan pada bagian barat, Anda dapat melihat Bandar Udara Internasional Adisucipto, Yogyakarta. Jadi, lokasi Candi Ijo tidak jauh dari Bandara Adisucipto.

Menurut sejarah, Candi Ijo dibangun pada abad ke-9 hingga ke-11 Masehi. Candi Ijo ini pertama kali ditemukan oleh H.E. Doorepaal pada tahun 1886 dan C.A. Rosemeler menemukan 3 buah arca batu di lokasi lokasi tersebut. Pada tahun 1887, Dr. J. Groneman menemukan lembaran emas bertulis, cincin emas, dan biji-bijian pada lokasi yang sama.

Walaupun sama-sama merupakan candi peninggalan Hindu, Candi Prambanan dan Candi Ijo mempunyai susunan bangunan yang berbeda. Jika susunan bangunan Candi Prambanan mengarah pada bagian tengah, maka lain halnya dengan susunan bangunan Candi Ijo yang mengarah pada bagian belakang.

Candi Ijo terdiri atas 17 bangunan yang berada pada 11 teras berundak. Teras pertama yang menjadi pintu masuk utama menuju kompleks candi, merupakan teras berundak yang membujur dari barat ke timur. Tepat di atas pintu masuk terdapat ukiran kala makara dengan kepala ganda dan beberapa atributnya.

Kala berarti mulut raksasa dan makara berarti berbadan naga. Ukiran ini dapat Anda temukan pada candi peninggalan agama Budha, seperti Candi Borobudur. Dengan kata lain, Candi Ijo merupakan candi akulturasi kebudayaan antara Hindu dan Budha.

Bangunan candi pada teras ke-9 mempunyai nilai sejarah yang masih menyimpan misteri. Di sana terdapat 2 buah prasasti. Salah satu prasasti yang diberi kode “F” bertuliskan “guywan” atau “bluyutan” yang berarti “pertapaan”, sedangkan prasati yang lain memuat tulisan mantra atau kutukan. Mantra tersebut ditulis sebanyak 16 kali dan salah satu kalimatnya berbunyi “Om Sarwwawinasa, Sarwwawinasa”. Hingga saat ini, makna di balik tulisan mantra tersebut, belum terkuak. Kemungkinan kedua prasati tersebut berhubungan erat dengan peristiwa tertentu yang terjadi di Pulau Jawa pada saat itu.

Bangunan pada teras ke-11 berpusat di punden berundak yang terletak di bagian paling atas. Bangunan ini merupakan kompleks candi yang dianggap paling suci. Hal ini ditandai dengan adanya 1 candi utama dan 3 candi perwara. Tiga candi perwara ini menunjukkan jika masyarakat Hindu menghormati Trimurti, yaitu Brahma, Siwa, dan Whisnu.

Selain itu, Anda juga akan menemukan bak tempat api pengorbanan (homa) pada bangunan ini. Tepat pada bagian atas tembok belakang homa terdapat lubang-lubang udara (ventilasi) yang berbentuk ketupat dan segitiga. Penemuan homa ini menandakan jika masyarakat Hindu memuja Brahma.

Pengunjung yang ingin menikmati panorama alam di Candi Ijo tidak dipungut biaya (gratis) (sumber pada tahun 2017), tetapi jika Anda ingin berkunjung ke Candi Ijo, Anda cukup mengisi buku tamu. Candi Ijo merupakan salah satu tujuan wisata yang tidak hanya dijadikan sebagai tempat bersenang-senang saja, melainkan kita dapat belajar dari masyarakat Jawa saat itu.

Suatu karya seni bukanlah mengenai siapa pembuatnya atau ajang untuk memamerkan kemegahannya, tetapi lebih menitikberatkan pada pesan moral apa yang dibawa oleh si pembuat dalam bentuk suatu karya seni tersebut.